MELAYU CYBER WEB BLOG adalah 'Khazanah Ilmu Warisan Bangsa' dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan intelektual bangsa melayu di alaf baru. Menyediakan pelbagai maklumat ilmiah dan bistari untuk santapan rohani dan jasmani bangsa melayu.
Tawaran Murah Hotel
Sabtu, Disember 08, 2012
Di Balik Nama-nama Insan Termulia
Di Balik Nama-nama Insan Termulia
Friday, 07 December 2012 16:12
Allah SWT pun telah memujinya, bahkan menganugerahkan asma dan sifat-Nya, Ar-Ra’ufur Rahim.
Tak ada seorang nabi atau rasul pun atau siapa saja manusia lain yang memiliki nama sebanyak nama Rasulullah SAW. Banyaknya nama itu menunjukkan kemuliaan dan ketinggian derajat sang penyandang nama. Wajarlah bila beliau memiliki nama-nama yang sangat banyak, karena tak ada yang mengingkari bahwa beliaulah manusia dan makhluk termulia. Beliaulah makhluk yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah SWT.
Nama beliau yang banyak itu sebagiannya disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan sebagian lagi dalam ucapan-ucapan beliau sendiri. Kurang lebih dua ratus nama beliau yang ulama kumpulkan dari ayat-ayat dan hadits-hadits itu. Sebagian besarnya disebutkan dalam Bonus Doa edisi ini, yang menyajikan beberapa shalawat yang mengandung sebagian nama beliau.
Dalam Al-Qur’an, nama Nabi Muhammad SAW disebutkan dengan beberapa nama. Di antaranya, “Muhammad”. Nama beliau ini antara lain disebutkan dalam ayat-ayat yang artinya sebagai berikut:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS Al-Fath: 29).
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa berbalik ke belakang, ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali `Imran: 144).
“Dan orang-orang mukmin dan beramal shalih serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Tuhan mereka. Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.” (QS Muhammad: 2).
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al-Ahzab: 40).
Nama lainnya yang disebutkan adalah Thaha, yaitu dalam ayat yang artinya, “Thaha. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (QS Thaha:1-2). Selain itu Ya-Sin, “Ya-Sin. Demi Al-Qur’an, yang penuh hikmah. Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul.” (QS Ya-Sin:1-3).
Selain nama-nama tersebut, beberapa panggilan yang dimaksudkan Nabi Muhammad SAW juga digunakan Al-Qur’an, antara lain Rasul, Nabi, Ummiy, Syahid, Mubasysyir, Nadzir, Da’i ilallah, Siraj Munir, Ra’uf Rahim, Nadzir, Mubin, Mudzakkir, Rahmat, Ni’mah, Hadi.
Beliau adalah Muhammad sebagaimana yang disebutkan oleh Allah SWT, “Muhammad adalah utusan Allah.” Beliau juga bernama Ahmad, Thaha, dan Ya-Sin. Dalam sebuah haditsnya beliau bersabda menyatakan dirinya, “Aku mempunyai lima nama: Aku Muhammad, aku Ahmad, aku Al-Mahi (penghapus), yang denganku Allah menghapus kekafiran, aku Al-Hasyir (pengumpul), di mana manusia dikumpulkan di belakangku, dan aku Al-Aqib, yang tak ada nabi sesudahku. Dan Allah juga menamaiku Ar-Raufur Rahim (Yang Pengasih dan Yang Penyayang).” (Muttafaq `alaih).
Beliau juga memberitahukan kepada kita, nama lain dirinya yakni, “Aku Muhammad, Ahmad, Al-Muqaffi (nabi terakhir), Al-Hasyir, Naby At-Taubah, dan Naby Ar-Rahmah.” (HR Muslim).
Dikenal sejak Nabi Adam
Dalam sebuah haditsnya beliau juga mengatakan, “Namailah diri kalian dengan namaku, tetapi jangan ber-kun-yah (julukan yang biasanya menggunakan nama ayah atau anak) dengan kun-yahku. Hanya akulah Qasim (pembagi). Aku membagi di antara kalian.” (HR Muslim). Jadi, kita tidak boleh menggunakan atau memberi nama “Abul Qasim” kepada keturunan kita.
Di antara nama-nama beliau, nama “Muhammad” adalah nama beliau yang paling termasyhur. Secara etimologis, akar katanya al-hamd dalam bentuk kata isim maf ’ul (yang diperlakukan), mengandung makna yang terpuji atau yang dipuji. Di dalam hadits Jubair bin Muth`im RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Aku mempunyai beberapa nama: Aku Muhammad (yang terpuji), aku juga Ahmad (yang paling memuji atau paling bagus pujiannya kepada Allah), dan namaku juga Al-Mahi (Penyirna), karena dengan nama ini Allah menyirnakan kekufuran.”
Nabi SAW terpuji di sisi Allah SWT, terpuji di sisi para malaikat, terpuji di sisi saudara-saudaranya, para nabi, dan terpuji di kalangan penduduk bumi semua. Semua sifat beliau sempurna dan terpuji di mata orang-orang yang berakal. Terbukti, Tuhannya, Allah SWT, telah memujinya bahkan menganugerahkan asma dan sifat-Nya, Ar-Ra’ufur Rahim. Nama ini Allah sematkan kepada Baginda Nabi SAW dalam firman-Nya yang artinya, “Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS At-Tawbah: 128).
Di antara nama beliau juga adalah Ahmad. Umat beliau disebut Al-Hammadun (orang orang yang banyak dan terus menerus memuji). Mereka memuji Allah SWT di kala senang dan susah. Khutbah beliau selalu diawali dengan al-hamd (pujian), demikian pula surat-surat beliau. Dan di tangan beliau pula kelak di hari Kiamat akan berkibar bendera pujian (liwa’ al-hamd). Setelah beliau bersujud di sisi Tuhannya untuk mendapatkan syafa’at dan memperoleh izin memberikan syafa’at, Allah memuji beliau dengan pujian kemenangan bahwa beliau adalah Shahibul Maqam al-Mahmud (Pemilik Maqam yang Terpuji), yang menjadi dambaan orang-orang terdahulu dan kemudian.
Beliau juga mahmud (yang dipuji), karena telah memenuhi bumi dengan petunjuk, iman, ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, membuka hati, menyingkap kegelapan penduduk bumi, menyelamatkan mereka dari perangkap setan, dari kemusyrikan, kekufuran, dan kebodohan. Berkat beliau, para pengikutnya meraih kemuliaan dunia dan akhirat. Beliau telah mengenalkan mereka pada jalan menuju keridhaan Allah. Tiada sesuatu yang baik kecuali beliau telah memerintahkannya, dan tidak ada suatu yang jelek kecuali beliau telah melarangnya. Beliau menegaskan, “Segala sesuatu yang dapat mengantar kalian ke surga telah kami perintahkan kalian untuk mengerjakannya, dan setiap sesuatu yang mengantar kalian ke neraka telah kami larang kalian mengerjakannya.”
Nama “Muhammad” sangat fenomenal dan telah dikenal semenjak zaman Nabi Adam AS masih bersemayam di surga. Menurut sebuah riwayat, Nabi Adam AS melihat nama “Muhammad” di dinding-dinding surga yang selalu disandingkan dengan asma Allah SWT. Adam menjadi penasaran dengan nama itu dan memberanikan diri untuk menanyakan langsung rahasia di balik penulisan nama “Muhammad”.
Allah SWT menjawab, “Dia adalah kekasihku, Muhammad namanya. Dialah salah satu dari keturunanmu yang akan diutus sebagai nabi terakhir. Walaupun diutus sebagai nabi terakhir, Muhammad adalah pemimpin para utusanku di akhirat kelak. Dan Aku menciptakan alam semesta seisinya ini semata-mata hanya untuk dia.”
Shalawat dan Salam kepada Nabi
Dalam masalah aqidah, keislaman seseorang tidak akan sah dan tidak disebut sebagai muslim sebelum nama “Muhammad” disebutkan setelah nama Allah SWT, yakni ketika mengucapkan kalimah syahadat, demi melengkapi penyaksian akan ketuhanan Allah SWT, yang mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai rasul-Nya.
Para salaf shalih sangat menganjurkan untuk memberikan nama anak-anak kita dengan nama “Muhammad” atau “Ahmad”. Mereka berkeyakinan bahwa sebuah keluarga akan lebih mendapatkan keberkahan dan ketenteraman jika salah seorang anaknya dinamai dengan nama Nabi ini. Bahkan ada sebagian guru agama, yang mengerti rahasia dari nama ini, merasa sungkan dan enggan memberikan hukuman atau memukul murid-muridnya yang kebetulan bernama “Muhammad” atau “Ahmad”, walaupun dia memang bersalah dan layak dihukum. Hal ini demi adab dan menjaga diri dari menciderai keagungan Nabi.
Bahkan menurut sebuah keterangan yang lemah (dhaif), para malaikat yang menjaga neraka dan menyiksa orang-orang yang berdosa di sana akan memberikan keringanan khusus kepada para muslimin yang sempat mampir di neraka dan memiliki nama ini, sehingga tidak menerima hukuman yang sama dengan para penghuni neraka lain sebelum akhirnya dimasukkan ke surga.
Berhati-hatilah dan bersikaplah bijak sebisa mungkin dengan orang-orang yang bernama Muhammad, bukan karena kita takut, enggan, atau apa pun, akan tetapi demi menjaga martabat Nabi dan kemuliaannya. Penghormatan kita kepada orang-orang yang kebetulan memiliki nama tersebut akan dibalas oleh Allah SWT, karena Allah sangat mencintai beliau.
Banyak keistimewaan yang meriwayatkan kelebihan orang yang bernama Muhammad. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Apabila kamu namakan seseorang itu Muhammad, hendaklah kamu hormati dia dan lapangkan tempat baginya di dalam suatu majelis, dan jangan masamkan mukamu kepadanya.” Dan diriwayatkan pula bahwa tidak ada suatu kelompok yang mengadakan musyawarah dan ada bersama mereka seorang yang bernama Muhammad, namun mereka tidak mengajaknya ke dalam musyawarah itu, melainkan mereka tidak akan diberkahi.
Telah diriwayatkan oleh Ibnu Abi Malikah dari Ibnu Juraij dari Nabi SAW, yang telah bersabda, “Barang siapa memiliki istri yang sedang mengandung dan bercita-cita hendak menamakan anak yang masih di dalam rahim itu Muhammad, Allah Ta`ala akan mengurniakan kepadanya anak lelaki; dan jika ada seorang yang bernama Muhammad di dalam sebuah rumah, niscaya Allah Ta`ala mengurniakan berkah di dalam rumah itu.”
Seorang perempuan telah berkata kepada Rasulullah SAW, “Hai Rasulullah, aku ini seorang perempuan yang tiada mempunyai anak lelaki yang hidup.”
Maka Rasulullah SAW menjawab, “Bernazarlah engkau kepada Allah bahwa, apabila engkau mendapat anak lelaki, engkau akan namakan anak itu Muhammad.”
Maka ia pun melakukannya, ternyata anak lelakinya hidup selamat dan baik.
Telah diriwayatkan dari Abu Umamah, “Barang siapa mendapat anak lelaki lalu ia namakan dia Muhammad karena menghendaki keberkahannya, ia dan anaknya akan masuk surga.” (Disebutkan dalam kitab Al-Firdaus). Riwayat lain menyebutkan bahwa Ali bin Abu Thalib mengatakan, “Tidak ada suatu jamuan makan lalu datang hadir kepadanya seorang yang namanya Ahmad atau Muhammad melainkan Allah Ta`ala memuliakan rumah itu dua kali lipat.”
Sesungguhnya Allah dengan segala kekuasaan-Nya telah mengutus Nabi-Nya, Muhammad SAW, dan telah memberinya kekhususan dan kemuliaan untuk menyampaikan risalah. Beliau menjadi rahmat bagi alam semesta dengan risalah tersebut dan menjadi sebab seseorang mendapat petunjuk ke jalan yang lurus. Maka sudah semestinya seorang hamba taat kepadanya, menghormatinya, dan melaksanakan hak-haknya. Dan salah satu dari hak beliau atas umatnya adalah agar mereka membacakan shalawat dan salam kepada beliau sebagai bentuk rasa terima kasih atas jasa-jasa beliau dan sebagai bentuk penghormatan dan pengagungan terhadapnya.
Allah Ta‘ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56). Ibnul Qayyim berkata dalam kitabnya, Jalaul-Afham, “Maksudnya, jika Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Rasul-Nya, hendaklah kalian juga bershalawat dan memberi salam untuknya, karena kalian telah mendapatkan berkah risalah dan usahanya, seperti kemuliaan di dunia dan di akhirat.”
Namun sangat disayangkan, banyak umat Islam yang sudah melupakan hak yang agung tersebut. Mereka menyamakan penyebutan nama beliau dengan penyebutan tokoh-tokoh dunia lainnya, baik dari kalangan umat muslim maupun kafir. Penyebutan predikat Nabi dan Rasul Allah serta mengiringi penyebutannya dengan shalawat dan salam, baik dalam pidato maupun tulisan mereka, semakin jarang ditemukan. Ini gambaran dari sikap yang tidak menghormati beliau sebagai utusan Allah yang dimuliakan.
Menyebut nama Rasulullah tanpa menyertakan shalawat dan salam kepada beliau termasuk sikap kurang sopan dan mengurangi hak Nabi. Bahkan para ulama memakruhkan hanya menyertakan salam tanpa shalawat dengan mengucapkan ‘alaihis-salam.
Wajib Memenuhi Panggilan Nabi
Imam Al-Baihaqi menukil dalam kitabnya, Syu‘ab al-Iman, dari Al-Halimi, ia berkata, “Sudah dimaklumi bahwa hak Nabi sangat mulia dan agung serta mulia dan terhormat bagi kita. Hak beliau atas kita jauh lebih daripada hak seorang tuan atas budak-budaknya atau orangtua atas anak-anaknya. Karena Allah Ta‘ala telah menyelamatkan kita dari siksa neraka di akhirat melalui beliau. Allah juga menjamin arwah, badan, kehormatan, harta, dan keluarga serta anak-anak kita di dunia melalui beliau, juga menunjuki kita dengan perantara beliau. Sebagaimana juga apabila kita menaati beliau, Allah akan menyampaikan kita ke surga Na’im. Adakah satu nikmat yang bisa menyamai nikmat ini? Pemberian mana yang bisa menyamai pemberian ini?” Allah pun mewajibkan kita menaatinya, mengancam kita dengan neraka bila mendurhakainya, dan menjanjikan surga bila mengikutinya.
Maka derajat mana yang bisa menyamai derajat ini? Dan kedudukan mana yang bisa menyerupai kemuliaan ini? Maka wajib bagi kita untuk mencintai, mengagungkan, dan menghormati beliau lebih daripada pernghormatan seorang budak kepada tuannya atau seorang anak kepada orangtuanya. Seperti inilah petunjuk Kitabullah, sehingga Allah Azza wa Jalla memerintahkan secara langsung dalam kitab-Nya yang artinya, “Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-A`raf: 157). Allah mengabarkan bahwa keberuntungan hanya bagi orang yang menggabungkan iman kepada beliau dan memuliakannya. Makna memuliakan beliau dalam ayat ini sama dengan mengagungkannya, sebagaimana firman Allah yang artinya, “Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, memuliakannya (Rasulullah), dan menghormatinya.” (QS Al-Fath: 9).
Allah menambahkan dalam ayat ini, hak Rasulullah di tengah-tengah umatnya agar dimuliakan, dihormati, dan diagungkan. Tidak boleh memperlakukan beliau seperti perlakuan biasa, seperti perlakuan seseorang terhadap sesamanya. Allah Ta‘ala berfirman yang artinya, “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).” (QS An-Nur: 63).
Dikatakan bahwa makna ayat itu adalah demikian: Jangan kalian menyeru beliau seperti seruan sebagian kalian dengan sebagian lainnya sehingga jangan menunda-nunda memenuhi panggilannya atau perintahnya dengan mencari-cari alasan sebagaimana alasan yang kalian gunakan untuk menunda-nunda memenuhi paggilan sebagian yang lain. Tetapi seharusnya mereka mengagungkannya dengan segera memenuhi panggilannya, langsung menaatinya. Bahkan shalat pun, meskipun fardhu, tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk tidak memenuhi panggilan beliau ketika memanggil salah seorang mereka yang sedang shalat. Apabila shalat saja tidak boleh dijadikan alasan untuk menunda-nunda memenuhi panggilan beliau, amalan yang di bawahnya tentu lebih tidak pantas untuk dijadikan sebagai alasan.
Di antara bentuk menyamakan panggilan beliau seperti panggilan antara sesama kita adalah menyebut nama beliau seperti menyebut nama selainnya tanpa menyertakan shalawat dan salam, padahal ini tuntutan dari rasa cinta kepada beliau. Tidak membaca shalawat untuk Rasulullah ketika disebut namanya merupakan tanda orang bakhil, berdasarkan sabda beliau, “Orang bakhil adalah orang yang namaku disebut di sisinya lalu dia tidak bershalawat atasku.” (HR Ahmad dan An-Nasai).
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan